PATTIMURAPOST.COM, Jumat 27 Oktober 2023 di kantor Negeri urimessing hadir Raja Negeri Urimeseng Yohanis Tisera dan Ketua Saniri Richard Waas, Staf Negeri Urimesing, Tokoh Adat dan Tokoh-tokoh masyarakat serta kuasa hukum adat dari Universitas Pattimura Ambon.
Richard Waas di wawancarai media seusai Rapat Musyawarah Saniri hari ini di kantor negeri urimessing lama kusu-kusu sereh mengatakan bahwa, berdasarkan hasil keputusan yang kita keluarkan di hari ini melalui musyawarah sendiri besar negeri urimessing dalam konteks sebagai negeri adat tentunya segala persoalan yang terjadi di negeri dikembalikan pada hukum adat kita tetap menghormati hukum secara positif.
Lanjutnya, tetapi ada hukum adat, dimana adat juga merupakan bagian hak konstitusional yang juga memberikan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat, dengan demikian maka kita melaksanakan musyawarah di hari ini, untuk menyikapi segala persoalan yang terjadi dari hasil kesepakatan bersama kita di hari ini dalam musyawarah saniri terbesar negeri.
Pertama adalah menyatakan bahwa Yosias Alfons dan keturunannya bukan merupakan anak adat atau penduduk asli, dimana yang bersangkutan berasal dari negeri Hatalai dengan kata lain sebagai anak soa yang berada di negeri urimesing, dan keputusan musyawarah ini menyatakan bahwa Yosias Alfons dan keturunannya bukan merupakan bagian daripada anak adat di negeri urimesing.
Kedua, adalah terkait dengan kepemilikan 20 potong dati, yang mana di dalam gugatan yang disampaikan oleh keluarganya, yang menyatakan bahwa kepemilikan itu didapat melalui musyawarah saniri besar yang dilakukan pada tahun 1915, yang mana dipimpin oleh Leonardo Rehatta yang memberikan kepada Yosias Alfons dan itu disahkan pada tanggal 23 April 1923, dengan demikian berdasarkan itu, hasil penelusuran dari saniri negeri maupun pemerintah negeri terhadap hal ini, di dalamnya, ada bukti yang menyatakan bahwa Leonard Rehatta itu bukan atau memerintah di negeri urimesing sebagai Penjabat sementara itu pada tahun 1926 dengan logikanya adalah logika hukum bahwa seseorang yang belum memimpin pada pemerintahan tidak berkenan membuat suatu keputusan apapun itu, “tuturnya.
Selanjutnya, maka yang menjadi dasar hukum kita dalam rapat musyawarah ini yang menyatakan bahwa bukti putusan Perkara 62 pada saudara Evans Alfons dan Putusan 354 sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tindakan eksekusi di lokasi Kezia, Kita terindikasi adalah bukti rekayasa, karena pembuktian itu nanti kita akan melihat bahwa akan melalui proses-proses hukum selanjutnya, sehingga itu akan dibuktikan nanti ke depan dengan upaya hukum yang akan dilakukan oleh kami
Kemudian, Ketiga, 20 potong Dati yang dimiliki oleh Yosias Alfons berdasarkan penyerahan tahun 1915 itu, kita menyatakan batal dan kemudian musyawarah ini menyatakan bahwa 20 potongan ada di dalam Pengawasan Negeri adat dan akan diatur kemudian.
“Nah inilah Tiga point penting yang menjadi hasil keputusan dari hasil musyawarah saniri besar dan ini akan ditindaklanjuti lebih jauh dalam upaya-upaya hukum kedepan. Maka demikian tentunya kita juga akan melakukan upaya terkait dengan ada upaya-upaya intimidasi, ada upaya-upaya yang dilakukan oleh saudara Evans kepada masyarakat yang tentunya di luar objek sengketa, tentunya kita juga akan membuat satu surat edaran yang tentunya melarang yang bersangkutan melakukan segala aktivitas apapun di atas tanah di 20 potong Dati di luar daripada objek sengketa itu,”tuturnya.
Harapan kedepan, kita selaku Saniri Negeri dan Pemerintah Negeri tentunya berharap bahwa dengan adanya peristiwa ini, kita berupaya untuk menata kembali terkait dengan kepemilikan kepemilikan Dati, baik itu dari perorangan maupun satu negeri sehingga kita bisa menata kembali dan sekaligus kita juga akan membuat tim teknis yang dibentuk oleh saniri negeri untuk melakukan pemetaan terhadap data dati secara keseluruhan di wilayah negeri urimesing, karena yang menjadi persoalan di sini adalah terkait dengan batas batas Dati, yang mana batas Dati ini juga sering terjadi tumpang tindih,”kata Waas tutup. (Tim)