KERUGIAN NEGARA TERBESAR ADALAH MEMBAYAR KEBOHONGAN DENGAN KETULUSAN RAKYATNYA

PATTIMURAPOST.COM, Banyak hal yang sulit diungkap, apalagi pejabat kita pun masih gemar mengambil sikap untuk berbohong sekaligus menjauhi tata kelola pemerintah yang transparan dari berbagai bidang dibawah kepemimpinannya. Hal itu bisa dilihat pada indeks persepsi korupsi negeri ini yang terlihat seolah-olah tak bergeming sedikit pun, meski ada lembaga anti rasuah seperti KPK, namun hal itu sama sekali tidak bisa diharapkan. Sehingga keberadaan Lembaga KPK ini patut dipertanyakan melihat serapan anggarannya yang besar dengan pencapaiannya yang masih dinilai terlalu minim prestasi untuk disebut sebagai upaya sebuah pemberantasan.

Laporan Transparency Internasional terbaru menunjukkan, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tercatat sebesar 34 poin dari skala 0-100 pada tahun 2022 kemarin. Angka ini malah turun 4 poin dari tahun sebelumnya. Indonesia pun acapkali dibawah IPK rata-rata dunia yang tercatat pada tahun 2021 masih tetap dikisaran 43 point, dimana IPK Indonesia waktu itu hanya pada kisaran 38 point. Sehingga praktis Indonesia masuk ke dalam jajaran negara yang masih memiliki skor di bawah 50, yang mengindikasikan Indonesia tetap memiliki masalah korupsi yang serius. Negara yang dianggap berprestasi adalah kelompok negara dengan nilai mendekati IPK 100 point.

Bacaan Lainnya

Negara-negara pada kelompok itu, dianggap unggul dalam tata kelola pemerintahannya. Selain mampu menerapkan transparansi publik, pejabat mereka pun dinilai banyak yang jujur. Hubungan antara komponen masyarakat dengan pemerintah semestinya terbangun pada landasan saling percaya. Namun faktanya, hal itu tidak terjadi di negeri yang kita cintai ini, manakala para pejabat yang menduduki pembagian bidang konstitusi kekuasaan dalam skema fungsi kelembagaan negara, sebagaimana pengaturan 3 bidang lembaga kekuasaan besar yang biasa dikenal dengan sebutan trias politika, dimana pembagiannya yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif itu, justru telah banyak terimbas pelanggaran tindak pidana korupsi dari oknum-oknum mereka sendiri.

Sebuah bangsa terdiri dari orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat, bahasa, sejarah serta memiliki pemerintahan sendiri yang mempunyai landasan etika, bermoral , dan berakhlak mulia dalam mewujudkan prilaku dan tindakannya. Adapun kedudukan negara terdiri dari sekelompok atau beberapa kelompok orang yang secara bersama-sama mendiami satu wilayah tertentu untuk membentuk sistem kepemimpinan dalam suatu pemerintahan guna mengurus tata kelola negara tersebut guna melayani masyarakatnya. Dari fakta ini, siapapun yang duduk didalam suatu jabatan pemerintah itu semestinya menjadikan kedudukannya sebagai ladang pengabdian untuk melayani warga bangsa dan negaranya.

Betapa aneh jika para pejabat itu malah mengambil kesempatan dari kedudukan yang diamanatkan kepadanya hingga terkesan mereka menguasai kekayaan negara demi kepentingan dirinya sendiri serta kelompoknya. Berkembangnya supra struktur politik negara yang semestinya diartikan sebagai peluang bagi siapapun selaku putra putri warga bangsa ini yang bersedia mengabdikan dirinya bagi nusa dan bangsa, kini malah berubah sebagai ajang kesempatan untuk menguras kekayaan negara. Menjadi tak terpungkiri bila banyak oknum-oknum perorangan, termasuk gerakan yang diartikan sebagai oposisi sayap kanan yang semakin subur.

Keinginan mereka untuk menguasai negeri ini di mulai melalui tangan-tangan organisasi induk dan sayap-sayap mereka yang terus berkembang. Gerakan populisme sayap kanan sering begitu terasa di negara-negara demokratis, dimana ciri dominan dari pemikiran sayap kanan ini adalah nilai-nilai tradisional yang seringkali berkaitan dengan agama serta acapkali memaksakan ideologi mereka melalui demonstrasi anarkis untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Dibalik itu, fakta bahwa indeks persepsi korupsi yang terlihat landai sebagaimana penulis sebutkan diatas mengkonfirmasi kita semua, bahwa distribusi kewenangan dan jabatan publik apapun yang saat ini diemban oleh seseorang harus ditinjau ulang untuk mengetahui dari mana dan apa latar belakang mereka sesungguhnya.

Sebab, berbagai upaya mereka untuk menciptakan instabilitas nasional bukan lagi rasa masakan yang hanya dicicipi melalui ujung lidah pemasaknya. Bahkan masyarakat pun semakin curiga bahwa mereka dengan sengaja ingin melakukan sabotase kepemimpinan melalui tangan-tangan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya. Gerakan yang sistematis dan masif serta terindikasi sebagai organisasi terstruktur begitu nyata terlihat dari cara dan kemunculan mereka disetiap kelembagaan dan pelayanan publik yang tersedia. Bahkan mereka tidak lagi melakukan upaya yang tersembunyi, akan tetapi sudah dalam wujud yang terbuka dan secara terang-terangan pula dalam melancarkan aksinya yang mengepung hampir setiap kebijakan pemerintah saat ini.

Saking khawatirnya bangsa ini, melalui peringatan satu abad NU yang berlangsung pada tanggal 7 februari 2023 di Sidoarjo kemarin, mereka begitu tegas menolak penerapan sistem Khilafah yang harus dihentikan sebab hanya berujung pada pengorbanan harta benda dan nyawa manusia saja. Termasuk hilangnya legitimasi kekuasaan negara yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa ini. Pada akhirnya penulis berkesimpulan bahwa Pemerintah selaku pemegang legitimasi kekuasaan dan kedaulatan negara semestinya bertindak secara tegas terhadap kelompok ini. Jangan sampai pemerintah malah dituding sebagai penyebab terjadinya kerugian negara akibat menukar toleransi kepada sikap intoleransi.

Apalagi menerima kebohongan untuk menghalau kejujuran dan ketulusan rakyat pada akhirnya. Jika dimasa rezim orde baru, pengendalian kekuasaan begitu terasa otoriter hingga membungkam suara masyarakat, maka sesungguhnya kini terjadi hal sebaliknya, dimana pemerintah seolah-olah dibuat terbelenggu dan sulit melakukan tindakan yang tegas terhadap kelompok-kelompok penentang pemerintah. Hingga negara terkesan diam dan tidak lagi mempu melawan, menekan, mengamankan, menindak dan lain sebagainya, demi menciptakan iklim berbangsa dan bernegara melalui sikapnya yang netral dalam mewujudkan dan atau menciptakan ranah-ranah publik sebagai habitat toleransi antar sesama warga bangsa demi naiknya antusias terhadap nasionalisme kebangsaan bagi segenap rakyat Indonesia.

Semoga tulisan ini bermanfaat.
#jkwguard #Andisalim #Toleransiindonesia #TI Mari Bertoleransi, silahkan share🙏.

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *